Arsip

Archive for the ‘Amal’ Category

Penerimaan Peserta Didik Baru 2011-2012

 

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL-FATHIMIYAH

(YASPIYAH)

TELUKJAMBE TIMUR KARAWANG JAWA BARAT

MENERIMA PESERTA DIDIK BARU

TAHUN PELAJARAN 1432-1433 H/2011-1012 M

 


1.      Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), untuk Program Studi/Jurusan :
a. Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ)
b. Teknik Sepeda Motor (TSM)

2.      Madrasah Tsanawiyah (MTs / SMP)

3.      Pondok Pesantren (Pontren)

4.      Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA)

5.      Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustho (DTW)

6.      Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKQ)

7.      Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an Lanjutan (TKQL)

8.      Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ)

Persyaratan Umum:

  1. Mengisi Formulir Pendaftaran
  2. Foto copy SKHUN dan SKB dari sekolah
  3. Menyerahkan Pas Foto 3X4 dan 2X3 masing-masing  2 Lembar
  4. Biaya Formulir pendaftaran Rp. 50.000,-

Informasi lebih lanjut hubungi :
Sekretariat Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru
Kampus Yayasan Pendidikan Islam Al-Fathimiyah Jl. Perum Peruri no.69 Pinayungan

Telukjambe Timur-Karawang
Website : http://www.alfathimiyah.com

contact person :

  1. Bayu Sugara – Hp. 0856 24 94 56 43
  2. Cecep Abdullah, S. Pd. I -Hp.  081804066486
  3. Aef Saefullah, S. S – Hp. 0813 19 37 83 41
  4. Moch Yunus, S. Pd – Hp. 0813 15 85 11 50

JIHAD AKBAR ADALAH MELAWAN HAWA NAFSU

April 2, 2011 5 komentar

JIHAD AKBAR ADALAH MELAWAN HAWA NAFSU

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang termulia, sekaligus sebagai makhluk yang berkemungkinan. Manusia sangat mungkin mampu mencapai derajat tertinggi, bahkan melebihi derajat malaikat, namun ia juga mungkin bisa terjatuh ke tingkat yang paling rendah dan hina melebihi binatang. Kondisi tersebut bersumber pada dua hal yang melekat pada diri manusia yaitu hati nurani dengan arahan hidayatul fitrah dan hawa nafsu dibawah bimbingan syaithaniyah.

Ketika manusia terus melaju dengan hati nurani yang selalu disertai hidayatul fitrahnya, maka ia akan mampu mencapai puncak tertinggi melebihi makhluk-makhluk yang lainnya. Akan tetapi ketika manusia terus terseret nafsu syaithaniyahnya, maka ia akan terjatuh pada tingkat yang terhina melebihi binatang.

Allah SWT membekali manusia dengan dua hal itu (hati nurani dan hawa nafsu) yang selamanya tidak akan dapat bertemu dalam kebersamaan menuju kebaikan. Hati nurani selalu mengajak manusia kepada nilai-nilai kebaikan, sedangkan hawa nafsu selalu mempengaruhi manusia kepada kejahatan. Dua ciptaan itu dijadikan fitrah bagi manusia sebagai ujian, akan kemana manusia menentukan arah kehidupan yang menjadi tujuannya.

Islam sebagai agama yang diridloi Allah SWT telah menetapkan hukum-hukum bagi kehidupan manusia dalam mengokohkan eksistensi kemuliaannya. Jika manusia mematuhi hukum-hukum yang telah digariskan oleh agama pasti akan membawa kebaikan dan kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Sesungguhnya manusia sebagai subyek juga diberikan perangkat akal untuk berfikir dan mempertimbangkan segala sesuatu yang dilakukannya dalam menentukan baik ataukah buruk.

Sebagai manusia yang berakal sehat tentu dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara pahala dan dosa. Secara fitrah sesungguhnya manusia memiliki kecenderungan pada kebaikan dan ingin menjauhi keburukan. Akan tetapi realitas kehidupan manusia acap kali berbeda dengan idealisme yang semestinya. Betapapun manusia menyadari bahwa keburukan akan mendatangkan akibat buruk bagi pelakunya, tetapi ia tak mau menghindar dari ajakan nafsu syetan yang akan menjerumuskan kepada lembah kehinaan.

Sebagai manusia yang dibekali dengan akal dan dipandu dengan petunjuk ilahi melalui kitab suci, maka sesungguhnya ia harus menyadari serta dapat mengendalikan diri dan tidak mengikuti hawa nafsunya untuk berbuat salah dan dosa. Hal itu berkaitan dengan firman Allah SWT :

(ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله ان الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديدبما نسوا يوم الحساب  (ص : 26

Artinya : “… dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia (hawa nafsu) akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah SWT akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shaad : 26)

Jika kita perhatikan realitas kehidupan dewasa ini, banyak sekali sudut kehidupan manusia yang telah dikuasai oleh hawa nafsu. Kasus-kasus kejahatan, kekerasan, tindak asusila, penjungkiran nilai, pemaksaan hak, kesewenang-wenangan, korupsi, terorisme dan lain sebagainya hampir merupakan sajian rutin setiap hari pada media massa. Semua itu terjadi karena ketidak mampuan manusia dalam membentengi, memerangi dan mengendalikan hawa nafsunya.

Oleh sebab itu memerangi dan mengendalikan hawa nafsu dalam pandangan islam sebagai perjuangan yang sangat besar (jihad akbar). Sebagaimana telah dinyatakan oleh Rasulullah SAW pasca kemenangan dalam peperangan, yaitu :

رجعتم من الجهاد الأصغر الى الجهاد الأكبر فقيل وما جهاد الأكبر يا رسول الله؟ فقال : جهاد النفس

Artinya : “kalian semua pulanglah (kembalilah) dari sebuah pertempuran kecil menuju sebuah pertempuran besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah SAW. Apakah pertempuran besar itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab, jihad melawan (memerangi) hawa nafsu.”

Didalam kitab Burdah Imam Bushiri menyatakan :

وخالف النفس والشيطان واعصهما وان هما محضاك النصح فاتهم

Artinya : “janganlah anda mengikuti nafsu dan syetan serta kemaksiatan yang ditawarkannya. Dan tetap waspadalah, sekalipun keduanya membisikan nasehat (kesan baik).”

Memperhatikan keterangan diatas, maka dalam melawan hawa nafsu membutuhkan kesiapan dan kemauan yang sungguh-sungguh. Sebab hawa nafsu itu sudah menyatu dan melekat pada diri manusia, bahkan selalu tahu kapan manusia dalam keadaan lengah dan lepas kontrol. Sekali saja manusia dikuasai oleh hawa nafsunya, maka hawa nafsu itu akan terus mendesak untuk selalu menguasai, memperdaya dan mempermainkan kondisi fisik maupun psikis manusia itu sendiri sehingga menjadi kehilangan jati diri sebagai manusia yang bermartabat.

Dalam kondisi mayoritas manusia telah dikuasai oleh hawa nafsunya, maka orang yang memiliki komitmen terhadap moral dan nilai-nilai agama, kian makin tersingkir oleh opini umum sebagai simbol ketertinggalan. Sehingga kian tidak mendapatkan tempat yang signifikan dalam percaturan keduniaan. Dalam kondisi seperti itu, maka umat islam yang beriman harus tetap konsisten dengan komitmen keimanannya, jangan sampai mengikuti arus kebanyakan orang yang telah dikuasai oleh hawa nafsunya.

والله أعلم بالصواب

ESENSI BERSYUKUR

Maret 31, 2011 2 komentar

ESENSI BERSYUKUR

Bersyukur kepada Allah SWT adalah suatu keharusan bagi orang islam yang beriman. Bukankah setiap menit, bahkan setiap detik umat manusia di dunia ini selalu menikmati fasilitas yang dianugerahkan Allah SWT???

Tanpa disadari nikmat itu telah melekat sejak manusia terlahir kealam dunia hingga saat ini. Jantung berdetak, darah mengalir, mata melihat, telinga mendengar, itu semua adalah sebagaian kecil dari nikmat yang di anugerahkan Allah SWT kepada manusia. Betapa besarnya anugerah nikmat Allah SWT dari mulai yang kecil sampai yang besar, dari yang terlihat mata sampai yang tak terlihat.

Andai ada seseorang mencoba untuk menghitung nikmat Allah SWT, tentu akan kehabisan angka dan kemampuan karena nikmat Allah SWT tak terhingga banyaknya. Sebagaimana Allah SWT berfirman :

وان تعدوا نعمة الله لا تحصوها (النحل : 18)8

Artinya : “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah SWT, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.” (QS. An-Nahl : 18)

Sungguh kebenaran ayat tersebut sama sekali tidak dapat disangkal. Betapa banyaknya nikmat Allah SWT yang di anugerahkan kepada umat manusia. Sementara mereka hanya mampu memuji syukur, mensucikan dan mengagungkan atas kemaha besaran-Nya. Ungkapan itu membuktikan bahwa umat manusia di alam dunia ini adalah makhluk yang dha’if, sekaligus merupakan pengakuan dan kesadaran sebagai manusia yang harus mengabdi (beribadah) hanya kepada Allah SWT semata.

Bersyukur berarti menggunakan nikmat yang di anugerahkan Allah SWT pada misi pengabdian dan keta’atan kepada-Nya. Imam Nawawi memberikan penjelasan tentang esensi bersyukur :

وحقيقة الشكر الإعتراف بنعمة المنعم مع تعظيمه

Artinya : “Hakekat syukur adalah pengakuan atas kenikmatan yang diberikan Allah SWT disertai sikap mengagungkan-Nya”.

Dengan demikian menjadi sebuah keharusan bagi umat manusia untuk senantiasa menumbuhkan rasa syukur didalam dirinya. Sebab dengan bersyukur, maka akan selalu ingat kapada yang telah memberi nikmat (Allah SWT). Pun bisa lebih bijak  menggunakan kenikmatan sesuai dengan fungsi yang sebenarnya.

Untuk dapat bersyukur dengan baik, maka  perlu mengetahui bahwa karunia Allah SWT tidak hanya bersifat materi saja, namun mencakup banyak hal, misalnya kesehatan, kekayaan, keahlian, kesempatan, kemampuan intelektual dan lain sebagainya. Bahkan nikmat terbesar yang telah diberikan Allah SWT adalah hidup dalam keadaan islam dan beriman.

Kekayaan dan harta benda jika tidak disyukuri maka akan menjebak pada mental materialistik, hidup dalam pola konsumeristik yang diperbudak oleh harta benda kekayaan. Pada akhirnya akan menjauhkan pada yang maha memberi nikmat (Allah SWT) dan juga menjauhkan dari jati diri sebagai makhluk yang mulia. Allah SWT berfirman :

ولا تبذر تبذيرا. ان المبذرين كانوا اخوان الشياطين وكان الشيطان لربه كفورا (الاسراء : 2627)27

Artinya “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra’ : 26-27)

Diantara pembuktian dalam merealisasikan rasa syukur kapada Allah SWT adalah dengan jalan menggunakan umur, harta benda, kesehatan dan lain sebagainya untuk kemaslahatan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara atas dasar mengharap ridlo Allah SWT. Dengan pembuktian syukur yang benar, maka Allah SWT memberi jaminan akan menambah kenikmatan yang lebih banyak lagi serta terhindar dari Adzab-Nya yang pedih. Allah SWT berfirman :

لئن شكرتم لأزيدانكم ولئن كفرتم ان عذابي لشديد (ابراهيم : 7)..7

Artinya : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmatku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim ; 7)

Secara tegas ayat tersebut menyatakan tentang syukur dan implikasinya serta akibat buruk yang akan menimpa orang yang mengingkari nikmat Allah SWT. Sungguh tak bermoral dan tak tahu diri orang yang tidak mau bersyukur kepada Allah SWT. Sesungguhnya manfaat bersyukur akan kembali kepada orang yang pandai bersyukur.

والله أعلم بالصواب

Cegah Korupsi Sekarang juga

Februari 1, 2011 2 komentar

Cegah Korupsi Dengan Iman Ilmu Dan Amal

Praktik korupsi bisa diartikan sebagai upaya mengambil harta yang bukan haknya. Realitas tersebut telah menjadi lumrah dinegeri ini. Semua instansi penegak hukum maupun Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) disibukan memburu pelaku korupsi. Korupsi bagaikan bahaya laten yang sukar sekali diberantas. Beragam cara dikembangkan untuk memberantasnya, tetapi beragam cara pula para koruptor melakukan korupsi.

Dalam surat Ali-Imran, kata “korupsi” disebut sebagai ghulul yang mengandung pengertian “perbuatan yang mengkhianati sebuah amanat” seperti penyalahgunaan wewenang, pemanfaatan berbagai fasilitas yang ada untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Istilah korupsi dideskripsikan juga dengan istilah “al-shut” yang berati menjadi perantara dalam menerima imbalan antara seseorang dan penguasa untuk sebuah kepentingan tertentu. Rasulullah SAW menerangkan perbuatan korupsi dalam bentuknya yang komprehensif, yakni berkaitan dengan berbagai jenis korupsi seperti penyuapan (risywah), penggelapan dan gratifikasi.

Bagaimana hukum harta yang diperoleh dari hasil korupsi? dan bagaimana pula cara ataupun strategi untuk mencegahnya?

Harta yang berasal dari korupsi tak akan memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi kehidupan para pelaku korupsi. Harta hasil korupsi itu tak akan diterima Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW  menyatakan: “Sesungguhnya Allah SWT itu Thoyyib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali yang baik (halal).” (HR Muslim). Bahkan Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah sebagaian kamu memakan harta sebagaian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa padahal kamu mengetahui.” (QS AlBaqarah : 188). Rasulullah SAW pernah bersabda : “Setiap tubuh yang berkembang dari yang haram, maka neraka lebih utama baginya,” (HR Ahmad). Dengan demikian jelaslah bahwa harta atau apapun yang diperoleh dengan cara yang tidak benar (korupsi) adalah haram.

Berkenaan dengan cara ataupun strategi untuk mencegah korupsi, Rasulullah SAW melakukan pencegahan korupsi dimasanya dengan cara ataupun strategi pemeriksaan kepada para pejabat seusai melakukan tugas. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Rasulullah SAW tak akan melindungi, menutupi ataupun menyembunyikan para pelaku korupsi sehingga akan berdampak pada minimalnya perilaku korupsi karena merasa tak dilindungi oleh penguasa.